NAUPAL AL RASYID, SH., MH
(Direktur LBH FRAKSI ’98)
Penanganan pelanggaran dalam Undang-Undang Pemilihan baik Undang-Undang tentang penyelenggaraan pemilu dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang meliputi jenis penanganan pelanggaran Pilkada dibagi dalam beberapa jenis adalah sebagai berikut: Pertama, Pelanggaran Administrasi; Kedua, Pelanggaran Pidana; Ketiga, Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum; Keempat. Pelanggaran Peraturan Hukum lainnya. Penanganan Pelanggaran dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) memuat beberapa pasal tentang penanganan Pelanggaran Pemilihan yaitu terdapat pada Pasal 22B huruf i yaitu berbunyi “menerima dan menindaklanjuti laporan atas tindakan pelanggaran pemilihan”, sementara pada Pasal 22B huruf j Bawaslu menindaklanjuti rekomendasi/putusan dari Bawaslu Provinsi yang ada dibawahnya.
Adapun, tugas Bawaslu dalam pengawasan diatur dalam Pasal 22C yang mengatur Bawaslu dalam pengawasan penyelenggaraan Pemilihan wajib: 1. memperlakukan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota secara adil dan setara; 2. menyampaikan semua informasi pengawasan penyelenggaraan Pemilihan kepada masyarakat; 3. melaksanakan Keputusan DKPP; dan 4. melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan, penanganan pelanggaran dalam UU Pilkada ini diatur dengan Perbawaslu tentang penanganan pelanggaran, yaitu Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 Tentang Perubahan atas Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2020 Tentang Penanganan Pelanggaran Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Walikota dan Wakil Walikota.
Beberapa poin penting dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 ini, salah satunya terdapat perubahan dimana diaturnya tentang penanganan pelanggaran yang lebih lengkap dan sistematis hasil kajian dengan diaturnya hasil kajian awal yaitu pada Pasal 10 ayat (10) yang berbunyi “hasil kajian awal berupa kesimpulan laporan memenuhi syarat formal dan materiel serta jenis dugaan pelanggaran pemilihan atau laporan tidak memenuhi syarat formal dan/atau materiel atau jenis dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lain”. Sementara hasil kajian awal yaitu diatur pada Pasal 11 yang berbunyi “hasil kajian awal berupa dugaan pelanggaran kode etik penyelengara pemilihan atau dugaan pelanggaran administrasi pemilihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) huruf a dan huruf b, yang telah memenuhi syarat materiel ditindaklanjuti dengan register laporan dan dilakukan penanganan dugaan pelanggaran pemilihan berdasarkan peraturan Badan ini. Serta Pasal 26A Perbawaslu ini, mengatur Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, atau Panwaslu Kecamatan dapat mengajukan permintaan bantuan kepada pengawas pemilihan di atasnya secara berjenjang untuk melakukan klarifikasi.
Selain itu, pada bentuk laporan yang tidak memenuhi syarat formal dan tidak dapat dilengkapi, yaitu dimana subjek laporan bukan warga negara Indonesia. Sebagaimana Pasal 14A Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 yang berbunyi, “Dalam hal berdasarkan hasil kajian awal laporan yang disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) Pelapor bukan merupakan warga negara Indonesia yang memiliki hak pilih apada pemilihan setempat, laporan dinyatakan tidak memenuhi syarat formal da tidak dapat dilengkapi dan dalam hal syarat formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan waktu penyampaian pelaporan sebagaimana dimaksud dala pasal 9 ayat (4) huruf c tidak terpenuhi, laporan tidak deregister”. Ketentuan ini dibuat untuk mengatur agar terdapat kepastian hukum dan kebaruan dalam penanganan pelanggaran Pilkada. Pelaksanaan penanganan pelanggaran menurut Perbawaslu ini, tahapan atau fase untuk melihat jenis pelanggarannya yaitu ketika dilakukan kajian awal terhadap laporan, hasil kajian awal tersebut akan menentukan apa jenis pelanggaran, jika terdapat dugaan pelanggaran administrasi, dan pelanggaran hukum lainnya seperti contoh kasus netralitas ASN, maka akan ditangani oleh Bawaslu dengan perbawaslu ini, apabila hasil kajian merupakan dugaan pelanggaran pidana maka akan dilakukan penanganan sesuai Peraturan Bersama antara ketua Bawaslu, Kapolri, dan Kajagung.
Dimana peraturan bersama (Perber) tersebut, diatur dengan Peraturan Bersama Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2020; Nomor 1 Tahun 2020; Nomor 14 Tahun 2020 tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Walikota dan Wakil Walikota. Peraturan bersama tersebut merupakan pengaturan tentang penanganan Pidana Pemilihan Kepala Daerah. Peraturan bersama tersebut dibuat mengingat pelanggaran pidana seyogyanya bukan kewenangan dari pengawas pemilu dalam melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan dan Peraturan bersama ini merupakan dasar hukum dalam penanganan pidana Pilkada. Mantan Ketua Bawaslu RI, Abhan, S.H., M.H. (2023) mengatakan, Peraturan bersama ini merupakan dasar hukum dalam penanganan pidana pemilihan. “Pengesahan Peraturan Bersama ini menjadi vital adanya untuk proses penanganan pelanggaran agar berjalan efektif sehingga penyesuaian dalam penanganan pidana berjalan dengan semestinya, pengawas pemilu berperan dalam menerima laporan, dan terhadap laporan dugaan pelanggaran pidana, akan didampingi oleh penyidik dan penuntut, karena memang pelanggaran pidana selalu ada dalam pelaksanaan pemilu, untuk itu kita bekerjasama dengan penyidik dan penuntut untuk melakukan proses pelanggaran pidana dalam ketentuan peraturan perundang-undangan”.
Penanganan pelanggaran Pidana dalam Pilkada akan ditangani dengan Perber ini, setelah dilakukan kajian awal, dan berdasarkan kajian tersebut adanya dugaan pelanggaran pidana. Berdasarkan hasil kajian awal tersebut, maka penanganan pertama langsung ditangani oleh tim Sentra Gakkumdu Bawaslu setempat yang mana Sentra Gakkumdu tersebut terdiri dari unsur Bawaslu, Jaksa dan Polisi. Dalam peraturan bersama tersebut, diatur tentang tata cara penanganan pidana secara khusus atau Lex specialist derogat legi genealist (ketentuan khusus menyampingkan ketentuan umum).
Dalam penanganan pelanggaran pemilihan, Ratna Dewi Pettalolo (2019) telah melakukan analisa tentang konsep penanganan pelanggaran Pemilihan yaitu sebagai berikut: 1. Kewenangan Bawaslu dalam Penindakan Pelanggaran Pemilihan; 2. Karakteristik laporan Pelanggaran Pemilihan; 3. Seperti apa penanganan Pelanggaran Administrasi Pemilihan; dan 4. Bagaimana Penindakan Pidana Pemilihan. Asas kepastian hukum diperlukan untuk tercapainya konsep ideal dalam penanganan pelanggaran Pilkada yang mengutamakan unsur-unsur landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, keadilan, kebijakan penyelenggara Negara/penyelenggara pemerintahan. Konsep penanganan pelanggaran pemilihan, akan sama diterapkan dengan konsep penanganan pelanggaran dalam Pilkada yang memiliki regulasi yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 dan Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024.
Sehingga konsep perubahan dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 dimana diaturnya tentang penanganan pelanggaran yang lebih lengkap dan sistematis tentang hasil kajian dengan diaturnya pada hasil kajian awal yang telah memenuhi syarat materiel ditindaklanjuti dengan register laporan dan dilakukan penanganan dugaan pelanggaran pemilihan serta mengatur Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, atau Panwaslu Kecamatan dapat mengajukan permintaan bantuan kepada pengawas pemilihan di atasnya secara berjenjang untuk melakukan klarifikasi. Lalu, bentuk laporan yang tidak memenuhi syarat formal dan tidak dapat dilengkapi, yaitu dimana subjek laporan bukan warga negara Indonesia. Adanya keinginan untuk memperkuat penanganan pelanggaran Pilkada oleh Bawaslu dan seluruh jajaran struktural kelembangaannya adalah faktor penting dalam memperkuat lembaga Bawaslu tersebut. Tujuan dari penanganan pelanggaran Pilkada ini adalah untuk memastikan bahwa Pilkada memiliki kualitas yang baik. Artinya, segala sesuatu akan terukur dengan baik, dengan penyelenggaraan Pilkada yang mengikuti aturan-aturan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan Pilkada, seperti undang-undang Pilkada dalam hal ini Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 dan peraturan terkait lainnya.
Oleh karena itu, perlu dicatat bahwa kehadiran Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 135 ayat (3) UU Pilkada dan jawaban atas masalah penegakan hukum dalam penanganan pelanggaran Pilkada. Maka perubahan dalam Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2024 merupakan upaya proses penegakan hukum Pilkada dan Bawaslu berperan sebagai pemberi laporan dan rekomendasi kepada lembaga yang berwenang menangani pelanggaran pidana, administrasi dan etika, serta sebagai lembaga yang memiliki kewenangan khusus dalam penangan pelanggaran Pilkada dan memastikan bahwa penyelenggara Pilkada memiliki integritas, akuntabilitas dan profesionalitas.