Ada ungkapan, “بع الدار واشتر الأذكار”
“Bi` al-dâr washtari al-Adhkâr” secara harfiah berarti, “Juallah rumahmu dan belilah Kitab al-Adhkâr.” Ungkapan ini menggarisbawahi betapa berharganya kitab “al-Adhkâr” karya Imam al-Nawâwî dalam pandangan para ulama. Kitab ini dianggap sebagai harta yang sangat berharga sehingga para ulama siap untuk mengorbankan harta berharga mereka, seperti rumah, demi memilikinya.
“Al-Adhkâr” yang judul lengkapnya adalah al-Adhkâr min Kalâmi Sayyid al-Abrâr adalah kitab kumpulan doa-doa dan zikir-zikir penting dalam Islam, dan karena keutamaan dan keberkahannya, para ulama merasakan bahwa memiliki kitab ini adalah investasi yang sangat berharga untuk kehidupan spiritual mereka. Ungkapan ini mencerminkan besarnya penghargaan dan kecintaan terhadap ilmu dan amalan spiritual yang terkandung dalam kitab tersebut, tentang pentingnya investasi dalam ilmu dan spiritualitas.
Dalam tradisi Islam, investasi dalam ilmu pengetahuan dan spiritualitas dianggap sebagai amal jariyah—amal yang terus memberikan manfaat meskipun pelakunya telah meninggal dunia. Ungkapan, “Jual rumah dan belilah kitab al-Adhkâr al-Nawâwî” bukanlah ajakan untuk menjual aset penting secara literal, melainkan sebuah metafora untuk menggambarkan betapa pentingnya mengutamakan pembelajaran dan spiritualitas.
Nasihat ini mencerminkan penghargaan yang tinggi terhadap kitab al-Adhkâr karya ulama ahli hadis dan ahli fikih yang lahir pada 676 H. itu. Kitab ini berisi kumpulan doa dan zikir yang sangat penting dalam praktik keagamaan sehari-hari umat Islam. Dalam ajaran Islam, doa dan zikir merupakan sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memperoleh berkah serta perlindungan-Nya. Dengan memiliki dan mempelajari kitab ini, seseorang diharapkan bisa memperdalam pengertian tentang berbagai bentuk doa yang dianjurkan serta cara-cara yang benar dalam berdoa.
Al-Adhkâr adalah karya monumental Imam Nawawi, seorang ulama besar yang dikenal luas di dunia Islam. Buku ini mengumpulkan berbagai doa yang memiliki kedudukan tinggi dalam Islam, termasuk doa-doa yang disarankan untuk dibaca dalam berbagai situasi. Kualitas spiritual dan praktis dari kitab ini menjadikannya sebagai panduan penting bagi umat Islam dalam menjaga hubungan mereka dengan Allah.
Ketika ulama menyarankan untuk “menjual rumah dan membeli kitab,” mereka mengisyaratkan bahwa nilai ilmu dan spiritualitas lebih tinggi dibandingkan harta benda materi. Dalam pandangan Islam, ilmu adalah investasi yang tidak akan pernah merugi. Membeli dan mempelajari kitab seperti al-Adhkâr adalah bentuk investasi dalam diri sendiri yang memberikan manfaat jangka panjang—baik di dunia maupun di akhirat.
Nasihat tersebut juga mengandung pesan tentang prioritas dalam hidup. Sementara harta benda seperti rumah adalah aset material yang bisa berguna, pengetahuan dan spiritualitas memberikan kebahagiaan dan kesejahteraan yang abadi. Oleh karena itu, prioritas dalam hidup seharusnya diberikan pada hal-hal yang dapat meningkatkan kualitas spiritual dan pengetahuan kita.
Meskipun ungkapan “Juallah rumah dan beli kitab Al-Adhkâr” lebih dimaknai sebagai konotasi, namun dalam kenyataannya beberapa ulama benar-benar menjual asetnya termasuk rumah untuk membeli kitab. Bagi mereka, kitab-kitab dianggap sebagai harta yang sangat berharga bagi para ulama. Mereka sering kali rela menjual harta benda mereka untuk membeli buku-buku yang sangat dibutuhkan.
Salah satu contoh adalah Ahmad bin Muhammad bin Abdirrahman al-Qashri, seorang faqih dari Qairawan (sekarang Tunisia), yang dikenal karena kegiatan menyalin dan mengoreksi buku. Untuk mendapatkan kitab yang diperlukan, ia terkadang harus menjual pakaian.
Dalam kisah lain, al-Hafiż Abû ‘Alâ al-Hamadanî menjumpai kitab-kitab milik Ibn al-Jawâliqî di Baghdad. Karena ia tidak memiliki uang, kemudian pulang ke Hamadan dan menjual rumahnya untuk mendapatkan uang untuk membeli kitab seharga 60 dinar yang diinginkannya. Demikian pula Abdullâh bin Ahmad Nadhr bin Khashab al-Baghdâdî menjual rumahnya seharga 500 dinar untuk membeli kitab-kitab seharga rumahnya. Muhammad Nu`aim bin ‘Abd al-Hâkim juga menjual rumahnya untuk membeli Hashshîyah al-Țahțawi, al-Dûr al-Mukhtar saat ia belajar di Makkah.
Dengan demikian, nasihat ulama untuk “menjual rumah dan membeli kitab Al-Adhkâr” merupakan pengingat yang kuat akan pentingnya investasi dalam ilmu dan spiritualitas. Kitab ini tidak hanya sebagai referensi doa, tetapi juga sebagai jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memahami lebih dalam tentang amalan-amalan yang dianjurkan dalam Islam. Dengan menempatkan prioritas pada pembelajaran dan pengamalan ajaran agama, kita dapat mencapai kehidupan yang lebih bermakna dan penuh berkah. “Wallâhu yaqûlul-ḫaqqa wa huwa yahdis-sabîl” (Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan yang benar). Wallahu a’lam. (YH).