mata-bekasi.com – Hari jelang pendaftaran resmi pasangan calon kepala daerah sebentar lagi. Formulasi pasangan calon kepala daerah tentu otoritas pusat partai. Pengurus partai di daerah boleh kasak-kusuk membangun koalisi. Tapi, keputusan pusat partailah palu terakhirnya.
Inilah sentralisme demokrasi dalam pilkada. Rakyat hanya bisa memilih pasangan calon yang ditetapkan elit partai. No choice. Meski pun secara teoritik tidak elok dalam demokrasi. “Apa mau dikata!”, kata orang Bekasi.
Koalisi KIM Plus dalam pilkada Jakarta adalah wujud nyata, seperti apa yang dikatakan Prof. Saiful Mujani sebagai ‘politik kartel’. Rakyat tak punya pilihan selain dari yang disajikan para kartel politik. Meski pun survey Anies Baswedan dan Ahok tinggi, keduanya sulit maju karena tidak cukup partai pengusung. Koalisi KIM Plus akan membentuk banyak pasangan calon yang diusungnya melawan kotak kosong di seluruh daerah dalam pilkada serentak.
Bagaimana dengan kota Bekasi? Jika formulasi koalisi KIM Plus berlaku dalam pilkada kota Bekasi, maka mungkin terjadi hanya ada satu pasangan calon melawan kotak kosong. PDI Perjuangan yang hanya memiliki 9 kursi tidak cukup mengusung calon. Terlihat Balon Walikota dari PDI Perjuangan yang sudah diberi surat tugas nampak gagap mencari mitra koalisi dan wakilnya.
Jika sampai batas akhir pendaftaran, Calon yang diberi surat tugas oleh PDI Perjuangan gagal mencari mitra koalisi dan wakilnya, karena semua partai, selain PDIP sudah bergabung dengan KIM Plus, maka gagal mereka bertarung dalam pilkada kota Bekasi, dan Pasangan Calon yang diusung KIM Plus melenggang tanpa hambatan. (ABM)