mata-bekasi.com – Ada hak konstitusi dan demokrasi dari seorang Tri Adhianto terhadap opini dan aksi begitu masif yang menuding adanya indikasi korupsi yang dilakukan mantan walikota Bekasi itu. Kemunculannya sebagai bakal calon walikota Bekasi kerap dan terus menuai hempasan gelombang isu korupsi.
Jika Tri Adhianto merasa bersih dan tidak terlibat dari beberapa dugaan skandal korupsi yang menerpanya. Tri Adhianto bisa menganggap pelbagai serangan isu korupsi terhadap dirinya sebagai intrik, fitnah dan pencemaran nama baiknya. Kemudian atas dasar itu Tri Adhianto bisa mengambil langkah hukum dan menggugat gerakan yang menggiring opini dan giat melakukan aksi demonstrasi sebagaimana dilakukan LSM Trinusa dan Koalisi Aksi Mahasiswa dan Pemuda Bekasi (KAMPI)
Namun di luar itu dan sudah menjadi fakta tak terbantahkan, muncul beberapa temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI bahwasanya ada kelebihan bayar (pembelian barang fiktif) di Disdik dan Dispora kota Bekasi. Biar terang-benderang terkait belanja barang, aliran dana dll dituntaskan melalui jalur hukum. Fokus saja pada substansi masalahnya, kelebihan bayar dikembalikan atau tidak, secara langsung atau bertahap ke negara, penyimpangan anggaran itu sudah masuk wilayah pidana atau terindikasi korupsi.
Alangkah bijak dan baiknya seorang Tri Adhianto atau tim pendukungnya bisa memanfaatkan hak jawab itu sembari proses penyelidikan dan penyidikan berlangsung oleh aparat penegak hukum terkait. Jangan lari dari pokok persoalan, bahwa di republik ini aspek hukum dan politis saling berkelindan, itu tetap tidak menghilangkan kejahatan korupsi yang terstruktur, sistematis dan masif.
Jangan kerdil dan naif terhadap suara demokrasi dan konstitusi termasuk adanya upaya menyampaikan aspirasi dan opini baik di media maupun gerakan di lapangan.
Salam Perjuangan
Yusuf Blegur